besoksenin.co

Hal-hal yang Aku Pelajari dari Desa Putridalem

Tommi Pringadi1 Juni 2022

Juara Lomba Desa dan Lomba PKK. Terakhir, Sandiaga Uno membeli produk mereka, menteri Erick Thohir menyambangi. Kenapa harus (selalu) Putridalem? Benarkah mereka layak menyandang gelar Desa Tematik Kreatif Kabupaten Majalengka? Inilah kiranya hal-hal yang kami pelajari, setelah beberapa hari tinggal di Putridalem.

besoksenin.co – Bak mantan ngajak balikan. Ustad Rozaq berulang kali meminta maaf kepada saya. Orang-orang memanggilnya ustad, tetapi sekarang ia menanggalkan sarung dan peci. Pakaiannya lusuh, beberapa lumpur masih menempel. Meskipun begitu, beliau adalah ketua lembaga adat desa. Orang ini lah yang memimpin doa dalam setiap festival di Putridalem. “Maaf, saya begini,” katanya, seraya menunjuk baju. Ustad Rozaq baru pulang dari sawah, sebelum ia mampir untuk ikut membantu Ngadegkeun salah satu warga yang akan mengadakan hajat pernikahan esok hari.

Ngadegkeun adalah tradisi masyarakat sunda, yang dilakukan ketika salah satu warga akan melaksanakan hajat seperti pernikahan atau khitanan, tentu saja daerah lain juga masih menjaga tradisi ini, tetapi di Putridalem skalanya berbeda.

Jangan Berekpekstasi

Desa ini tak memiliki sesuatu seperti Bukit Panyaweuyan yang menawan. Foto-foto yang bertebaran tentang Putridalem di internet, tak lebih dari sekedar dokumentasi event yang kebanyakan pernah terjadi di Blok Kaputren, acara seperti Ngadegkeun sekarang ini tentu nggak terjadi tiap hari. Selebihnya adalah berupa rancangan yang tentu saja masih angan-angan, tapi justru karena itu, Putridalem semakin seksi untuk ekonomi kreatif yang mengandalkan isi kepala. Para stakeholder ABCGM di desa ini bakal lebih sering berdiskusi, merancang dan menyatukan mimpi. Hal pertama yang mau saya bilang, ketika kamu ke sini, tanpa ada event, jangan berekspektasi terlalu tinggi.

Sebelum bertemu Ustad Rozaq, saya termasuk orang yang kurang suka dengan Putridalem, terutama blok Kaputren. Bukan apa-apa, bagaimana pun kami nggak bisa terlalu sering datang kemari. Mereka terlalu sering mengadakan event, kadang-kadang narasi latar belakang kegiatan rapuh, dan makna event menjadi bias, seolah memaksakan diri. Ada Ngarit Award, ada Masterchef ibu-ibu mantan TKW dan beberapa acara ‘aneh’ lain.

"Nanaonan deui sih, (apa-apa-in lagi sih)," sering terlontar, beberapa datang dari masyarakatnya sendiri.

Bukankah kita hanya bisa mencibir? meminjam ucapan Kakashi Hatake, "Jika mereka yang terus bergerak kamu sebut sampah, maka orang yang tak pernah melakukan apa pun (seperti kita) lebih sampah daripada sampah."

Toh, lagipula, ini adalah ekonomi kreatif, setidaknya masyarakat Putridalem telah dan selalu menggunakan isi kepala untuk merespon ruang, meskipun beberapa diantaranya belum sampai pada tahap produksi.

Selebrasi

Sepertinya saya mulai paham. Pada dasarnya, masyarakat Putridalem adalah masyarakat yang gemar berpesta. Sebab hidup adalah tentang repetisi upside-down, di mana sedih dan gembira--menang dan kalah, bakal datang bergantian. Ketika menang, mereka menyalakan pesta dan menyulut sukacita bahkan pada tiap kemenangan kecil. 

Selebrasi juga melambangkan rasa terima kasih pada Tuhan yang telah memberikan rezeki. Bukankah, barang siapa yang bersyukur, nikmat yang telah diberikan akan dilipatgandakan?

Rasulan dan Gusaran (ritual untuk anak perempuan) saja, hiburannya bisa mewah. Bisa ada Sandiwara, bahkan organ tunggal. “Orang yang berhasil membeli motor aja, bisa tawur (sawer beras, permen, biasanya ada uang receh juga),” Jelas ustad Rozaq. Sempat terisolir dari dunia luar, membuat mereka suka membuat hiburan sendiri. Hal ini menjadi kebiasaan bagi generasi berikutnya, warisan generasi sebelumnya.

Mereka melakukan semua acara itu untuk diri sendiri, bukan mempersembahkan untuk tamu yang datang. Warga Putridalem akan tetap melakukan itu dengan atau tanpa kehadiranmu.

Warga Putridalem mencintai dan mengapresiasi perayaan yang mereka buat, ada pun orang lain yang ikut menikmati, itu hanya bonus.

“Kami sudah begini sejak lama, bukan hanya pada masa kepemimpinan kades yang sekarang. Hanya saja, sekarang lebih terorganisir dan lebih terekspos media saja.”

Baca juga: Terpencil Tapi Didatangi Menteri, Inilah 12 Hal yang Belum Kamu Ketahui dari Putridalem

Mimidangan

Kami menghadiri Mimidangan di Putridalem

Majalengka masih memiliki tradisi di mana masyarakat berkumpul di rumah warga yang akan melakukan hajat keesokan harinya, masyarakat Putridalem menyebut tradisi ini Mimidangan.

Saya bisa membayangkan menikah keesokan hari, semakin dekat prosesi sakral itu tiba, pasti semakin resah diri ini "Aduh uangnya cukup nggak ya buat besok?" "Aman enggak ya?" "Ini gimana kalau panggunnya ada yang merusak?" Di saat kepanikan memuncak, tiba-tiba tetangga dan masyarakat sekitar ada menemani. Memberikan support mental dan finansial, membuat saya merasa tenang. Kira-kira begitulah bagaimana konsep mimidangan bekerja. Konsep kebersamaan yang mulai pudar ditelan zaman.

Mimidangan malam ini di tempat yang sama dengan ngadegkeun Ustad Rozaq tadi. Kami diterima oleh Pak Dewan Nono mantan Kades, Pak Ulis, sekretaris desa pada masa kepemimpinan Pak Nono sekaligus kakak kandung dari Bu Kuwu. Keduanya pernah menjadi anggota DPRD Kabupaten Majalengka, keduanya adalah living legend Putridalem.

“Biasanya untuk memeriahkan, diadakan pula permainan seperti gapleh, tapi kali ini enggak ada,” ujar Pak Nono. Sebagai sesama orang Majalengka, tradisi mimidangan di Putridalem terdengar familiar, tetapi ada beberapa perbedaan mencolok. Misalnya, ada hadiah telur, "Jadi bapak-bapak yang berjuang, dan kalau menang ibu-ibu yang senang."

Talitihan dan Souveniran

Di Putridalem, bapak-bapak akan melakukan kondangan malam hari sebelum hari-H. Demi keamanan, demi membantu persiapan empu hajat esok hari. Inilah talitihan. Sementara, anak muda berkumpul mendampingi mempelai, "Dicatat seperti arisan, misalnya hari ini kamu menikah, ada yang menyumbang rokok satu slop, maka itu jadi hutang, dan harus dibayarkan ketika dia menikah kelak," jelas Pak Ulis.

Bahkan anak-anak muda di sini masih terlibat dalam sesuatu yang kental dengan tradisi.

Ini sekaligus menjadi jawaban mengapa warga Putridalem seolah nggak pernah kehabisan energi, sebab mereka melakukan segala sesuatu dengan gotong royong.

Kalau energimu cepat habis. Mungkin itu karena kamu hanya seorang diri.

Memahami diri sendiri

Berani taruhan, nggak banyak orang yang tau tentang Putridalem. Jujur, buat saya pun, desa yang terletak di Kecamatan Jatitujuh ini nggak lebih dari antah-berantah. Baru satu tahun terakhir ini saja mulai beberapa kali berkunjung ke Desa Putridalem. Alih-alih menampik beralibi, warga Putridalem sadar betul tentang kelemahan mereka yang satu ini.

“Ya kalo Pak Erick Thohir (kemarin) mau ke sini, orang mungkin bilang mau ada menteri kok jalannya kecil, kok jalannya jelek?” tutur Kepala Desa Putridalem, Endah Hendarwati. 

Memahami, dan berdamai dengan diri sendiri, hal paling fundamental yang bisa saya pelajari dari Desa Putridalem. “Jalan nggak perlu dibagusin, seadanya aja.”

Baca juga: Ekseperimen Besar Bappedalitbang Majalengka, 12 Desa Menjadi Korbannya

Determinasi

Sadar diri kurang populer, mereka selalu berusaha ikut untuk berpartisipasi dalam semua kegiatan, baik itu pemerintahan maupun kegiatan komunitas. Bu Kades meminta perangkat desa untuk selalu menghadiri acara apa pun, duduk paling depan, dan usahakan ikut bertanya ketika sesi tanya-jawab. 

Hadir pada acara akan memuat nama Putridalem di buku tamu, duduk paling depan akan membuat kami tampil di foto, sementara bertanya akan memberikan mereka kesempatan untuk mengenalkan diri dari Desa Putridalem. 

Kades Putridalem

Ter-branding sebagai desa yang aktif, konsekuensinya, mereka selalu ditunjuk menjadi perwakilan Kecamatan Jatitujuh, atau pun Kabupaten Majalengka mengikuti aneka kegiatan dan lomba, “Kami harus selalu siap."

“Bahkan yang tadinya hanya ikutan, target kami seringkali berubah jadi juara. Apa pun itu, kami ingin juara,” menjadi juara dalam setiap kompetisi, adalah salah satu strategi Bu Kades yang akan membuat desa ini dikenal.

Pulang mimidangan kami diberi tempat istirahat di lantai atas rumah Bu Kades, ini juga adalah studio Podcast milik Bahtera Kurniawan, suaminya. Latarnya di-setting dengan berbagai poster quotes motivasi.

You say i dream too big, i say you think too small.

Yang satu ini seolah menjawab segala pertanyaan, tentang mengapa Putridalem selalu menolak berhenti bergerak, seakan nggak pernah kehabisan energi. Untuk berpartisipasi dalam sebuah kegiatan saja, perlu effort dan niat yang kuat. Bayangkan menjadi juara dalam setiap kesempatan.

Kamu nggak akan bisa melihat sesuatu seperti Panyaweuyan di Putridalem, agrowisata mereka entah kapan jadinya, produk mereka kebanyakan 'setengah matang', dan event nggak terjadi setiap hari. Semua yang ada di sana hanya kehidupan sehari-hari di desa, tetapi mereka punya mimpi yang besar. Mimpi tingkat international, tapi entah bagaimana saya percaya mereka bisa mendapatkan apa pun yang mereka inginkan.