besoksenin.co - Pur (bukan nama asli) adalah perantau dari Jawa Timur yang sudah empat tahun lebih tinggal di Kota Angin. Selain hobi jalan-jalan, dia juga gemar berkomentar tentang sekitar. Kadang langsung bercerita, seringnya harus dipancing dengan pertanyaan.
"Mas, keganggu gak pas ada yang bangunin sahur di Majalengka?"
Pertanyaan ini gak ujug-ujug keluar dari saya. Sebelumnya, ada kasus Zaskia Adya Mecca yang mengomentari cara membangunkan sahur di masjid dekat rumahnya. Dia merasa terganggu karena orang yang berbicara melalui toa ini terlalu berlebihan dan tidak etis.
Dengan berani, dia mengutarakan kekesalannya lewat instagram. Tentu ini memancing beragam komentar dari netizen. Banyak yang mendukung, tak sedikit yang merundung.
Namun saya bukan lambe turah dan sedang tidak ingin membahas masalah Zaskia dengan Mas Pur. Saya hanya ingin tahu komentarnya tentang cara membangunkan sahur di Majalengka.
Soalnya, dulu saya pernah merantau ke Ternate, Padang, dan Kendari. Di tiga daerah itu tidak ada orang yang membangunkan sahur seperti "manggung" keliling, ada vokalis, gitaris, plus kabelis yang memastikan semua suara bisa keluar dengan maksimal melalui sound system. Biar lebih gampang, kita panggil saja obrog-obrog.
"Keganggu sih, Saya kan biasanya udah pasang alarm buat bangun jam setengah 4. Nah, kalau ada yang bangunin sahur jam 1 atau 2 otomatis saya kurang nyaman tidurnya. Akibatnya, jam setengah 4 saya gak bangun dan gak sahur. Kalau di Jawa Timur, tempat saya, yang bangunin itu biasanya jam 3 sambil mukul kentongan, bukan nyanyi-nyanyi." Jawab Mas Pur.
Sebagai orang yang dulu pernah ikut tim obrog-obrog bagian ngambil uang/makanan kalau ada yang ngasih, saya memberi penjelasan kepada Mas Pur.
"Kenapa dari jam 2 kadang udah kedengeran suara yang bangunin sahur? Karena cakupan wilayah yang harus mereka bangunin cukup luas. Jadi biar kejangkau semua, obrog-obrognya gak mepet waktu imsak, Mas.".
"Kalau begitu mending cukup bangunin via toa mesjid aja. Kan kejangkau semua, terus gak perlu muter-muter. Soalnya di daerah saya tinggal sekarang, ada juga yang bangunin sahur via toa masjid. Waktunya sekitar jam 3, jadi pas lah itu. Gak perlu lagi ada yang nyanyi-nyanyi." Timpal Mas Pur.
Kalau saya flashback waktu dulu merantau, rindu rasanya ketika sahur tidak ada lagu dangdut khas obrog-obrog. Tidak ada suara orang bernyanyi, tidak peduli bagus atau tidak, yang penting sahurnya jadi gak sepi.
Sedangkan bagi Mas Pur, adanya obrog-obrog membuat sahurnya merasa terganggu. Karena di tempatnya dulu, tidak ada kegiatan seperti ini.
Menurut kalian gimana? Perlu gak sih ada obrog-obrog untuk membangunkan sahur?