Kemerosotan moral penguasa dan bobroknya sistem negara, adalah dua hal yang membidani lahirnya punk. Punk adalah perlawanan anak muda ke tatanan hidup. Lalu ketika mantan anak punk menjadi kepala dusun di Sukaraja Kulon, apakah kita sebut ini jalan pertobatan, atau justru pengkhianatan?
besoksenin.co – Merasa bersalah karena telah membuat saya menunggu lama, Piqi meminta maaf, “Tadi abis menandatangi dokumen SPPT dulu, banyak banget,” katanya, seraya mengulur tangan, mengajak salaman. Saat berjabat tangan itu lah, saya memperhatikan lengannya yang ber-tatto, aneka gelang yang biasa menempel, entah hilang ke mana, hanya tersisa menempel sebuah arloji. Menandakan orang ini berusaha lebih menghargai waktu, atau hanya agar kelihatan rapih saja. Entahlah, yang jelas ia datang bersama Joni, sahabat karibnya. Keduanya pernah menjalani kehidupan punk bersama-sama. Lebih dari satu tahun tak bertemu, rasanya saya tak melihat perubahan signifikan dari diri Piqi sebelum dan setelah menjadi Kepala Dusun. Daripada menyebut ini sebagai interview, pertemuan saya dengan Piqi lebih seperti reuni dua teman lama.
“Paling pola laku dan kebiasaan sehari-hari sih (yang berubah). Contohnya sekarang harus bangun pagi,” jawab Piqi, bener juga sih, toh kalau penampilan Piqi berubah pun, ia tetap bakal menyita perhatian dengan telinga berlubang dan tatto di lengan.
Apa yang kamu tau tentang punk, sob? Gaya hidup, pemikiran, atau bahkan ideologi? Ketiganya adalah sesuatu yang berhubungan. Misalkan, kamu adalah seorang (pemeluk ideologi) muslim yang taat, pemikiran berlandaskan Al-Qur’an, dan penampilanmu bisa jadi memakai celana cingkrang. Pun dengan punk, yang memiliki ideologi, pemikiran, yang berimbas pada gaya hidup dan penampilan yang mereka pilih.
Meskipun definisi punk sudah bias, karena banyak komunitas punk yang bahkan tak mengerti apa maksud punk sebenarnya, “Bisa jadi maneh leuwih punk ti batan punk,” (Bisa jadi kamu lebih punk daripada punk), selorohnya. Saya dan Piqi percaya bahwa punk dibidani oleh keroposnya sistem yang dibangun ber-fondasi-kan keserakahan penguasa, sehingga menyebabkan berbagai masalah; seperti kesenjangan sosial, krisis ekonomi, terbatasnya lapangan pekerjaan, dan lainnya. Sementara masyarakat kebanyakan malah adem ayem, seakan semuanya baik-baik saja, seperti rela mengalami ketidak-adilan, seolah yang penting bisa makan, padahal diinjak-injak. Oleh sebab hal-hal inilah, punk lahir; sebagai bentuk kejenuhan, kemarahan, dan tentu saja perlawanan.
Mereka kehilangan kepercayaan kepada sistem, penguasa dan negara, mereka juga kecewa pada masyarakat sipil yang tak peduli pada nasibnya sendiri.
Punk sudah berkurang signifikan, nyaris punah, di negara-negara kelahiran mereka, di Eropa dan di Amerika. Barangkali itu karena di sana negara sudah bisa memberikan kesejahteraan, sehingga menghilangkan rasa ingin melawan. Tetapi di negeri ini, rasanya masih banyak lubang, rasanya spirit punk masih relevan, tapi Piqi malah masuk dan menjadi Kepala Dusun. Apa kata rekan-rekan sesama punk?
Bagi kita yang bukan punk, Piqi adalah anak hilang yang kembali pulang. Bagi punk, barangkali Piqi merupakan simbol pengkhianatan.
Soal pertentangan dari komunitas punk, lajang berusia 28 tahun ini tidak langsung menjawab, ia mengambil jeda untuk menyulut rokok surya mild miliknya, “Mungkin enggak begitu kerasa ya, sebab saya main di birokrasi desa yang skupnya kecil. Paling kecil, Kalau saya jadi anggota dewan, atau jadi Bupati, mungkin lain cerita."
“Pro kontra pasti ada, jangankan dari komunitas punk, dari orang-orang yang nggak paham tentang spirit punk juga ada.”
Piqi Pensil
Piqi berkilah bahwa meskipun masuk ke dalam sistem, ia bisa tetap membawa spirit punk seperti gotong royong di wilayah kekuasaannya. Memang slogan yang identik dengan komunitas punk adalah DIY, do it yourself, we can do it with ourselves. Kalau negara tidak memberi kami pekerjaan, kami akan mencari uang dengan cara kami sendiri. Pekerjaan, kegiatan, hingga aturan hidup, mereka ciptakan sendiri. Sebagai bentuk perlawanan, bentuk ketidakpercayaan.
"Setelah menjabat kadus saya baru sadar, nyatanya masih ada wilayah yang nggak bisa disentuh desa, apalagi kecamatan. Meskipun begitu, kami berusaha memenuhi dan mencari solusi sendiri (sesuai spirit punk, DIY).”
Alih-alih selalu mengandalkan uang dari desa, Piqi berencana untuk memutarkan ekonomi di wilayahnya (we can do it with ourselves), misalnya uang iuran warga digunakan untuk membeli kursi hajatan, yang selanjutnya bisa disewakan ke daerah tetangga atau siapa pun yang merayakan hajat. Ia bercita-cita untuk tidak terlalu manja pada dana desa nantinya.
Menjadi kadus tak masuk ke dalam skema rencana masa depan pemuda kelahiran Sukaraja Kulon 7 Maret 1994 ini, “Secara obsesi nggak, hanya saja karena request masyarakat, daripada nggak ada yang mau, nanti wilayah saya mau dibawa ke mana,” ia tak serta merta dipercaya warga untuk memimpin, melainkan karena beberapa hal yang pernah Piqi bangun di Sukaraja Kulon, seperti mengurusi sampah, perpustakaan desa, terakota, hingga forum bulanan pemuda.
Beberapa program Piqi masih bertahan hingga hari ini, kebetulan pergerakannya terbaca oleh Kepala Desa yang baru, meskipun begitu, karena ada beberapa calon kadus, mereka sepakat untuk melakukan voting waktu itu, “Sialnya, saya menang," Telah berbuat sesuatu untuk desa, masyarakat menuntut dan memberi ruang baginya tetap berkontribusi pada Sukaraja Kulon.
Pemuda bernama asli Piqi Zakariya ini mengaku merasa terbantu oleh kekosongan, “Karena belum pernah ada di Sukaraja Kulon (pemuda yang melakukan banyak pergerakan seperti dirinya), kalau sudah ada, mungkin saya nggak akan terbaca.” Setelah resmi menjadi Kadus, pertentangan kembali terjadi, “Saya sudah banyak pengalaman kontra dengan warga, cemoohan, sampai konflik fisik, tapi buat apa menyelesaikan masalah dengan cara arogan, ketika kita bisa ngobrol? Jadi ya, biasa aja.”
Meskipun masuk ke dalam pemerintahan, Piqi menolak merekomendasikan komunitas punk untuk menjadi seperti dirinya, “Itu kebebasan mereka, tapi kalau bisa sih jangan, kasihan ke pikirannya, bisa jadi cape (pikiran). Meskipun skupnya kecil, tapi kita sudah terintervensi (sistem).”
Menginjak usia 20-an, Piqi menemukan punk karena menyadari ia hanya anak muda biasa yang tidak punya privilage dan dangkal pengetahuan. Mulai jadi punk sejak tahun 2013 hingga tahun 2017 ini sudah melakukan segala hal yang pernah dilakukan anak punk pada umumnya.
"Jangan ikuti saya. Saya sedang tersesat. Tersesat ke jalan yang benar."
Entah pengkhianat atau bukan, Piqi adalah seorang anak yang ingin membahagiakan orang tuanya, seorang (calon) suami yang harus menafkahi istrinya. Menjadi kadus adalah pilihannya saat ini, dan rasanya tak ada yang salah dengan itu, “Segera berkeluarga, dan terus menjaga kewarasan diri sendiri, syukur-syukur bisa mempengaruhi lingkungan sekitar,” harapan pemuda yang akan melangsungkan pernikahan bulan depan ini.
Jika pilihannya masuk ke dalam sistem sebagai jalan pertobatan Piqi, maka menjadi punk adalah langkah pertama. Karena berkat punk lah, ia belajar tentang spirit we can do it with ourselves, membangun pertemanan yang lebih luas, juga keberanian, yang hanya bisa ditemukan karena pernah menjadi punk. Pada akhirnya, punk juga lah yang membuat ia menjadi Kepala Dusun saat ini.