besoksenin.co – Dalam perjalanan ke Casa De Azura di Sindawangi, kami menyempatkan diri untuk janjian bersama Kepala Desa Rajagaluh Lor. Saat kali pertama menginjakan kaki di Kantor Kepala Desa ada seseorang yang sudah menunggu dan menyambut kami dengan ramah, saya kira orang ini adalah anak buah kuwu, minimal A Irfannya Bupati. Tapi ternyata orang ini adalah Kepala Desanya. M. Ibrahim Risyad, atau akrab disapa Esdo. Kami pun diajak masuk dan duduk di ruangannya, cara bicara dan pembawaan A Esdo juga anak muda, suasana langsung mencair, sekat langsung lenyap.
Saat di dalam ruangan, ternyata sudah banyak orang di dalam. Menariknya, semua orang di dalam ruangan ini adalah orang-orang muda. Pemandangan ini membuat kami terkagum-kagum, jika selama ini image kantor kepala desa seolah punya aura angker dan membuat kami enggan menginjakan kaki, tetapi ini tidak terjadi di Rajagaluh Lor. Saya pikir ini adalah impact kepemimpinan Esdo. Lahir 8 Januari 1992, Esdo menjadi Kepala Desa di usia 28 tahun. Jika diingat lagi, saya yang berusia 27 tahun masih sibuk nyuri lord, orang ini yang bedanya hanya dua tahun saja malah sudah mengurus satu desa, sudah mengurus lebih dari 3.000 jiwa warganya.
“Bukan cita-cita, ini hanya kebetulan saja,” tuturnya ketika kami menanyakan kok mau-maunya jadi Kuwu. Sempat menjadi pegawai di salah satu BUMN, Esdo malah dipanggil dan ditarik oleh Kepala Desa yang menjabat ketika itu. Esdo diamanahkan untuk menjadi Kadus atau Kepala Dusun. Ini artinya dia menjadi perangkat desa ketika masih berusia kurang dari 25 tahun.
Ketika masih menjadi Kadus, Esdo memang sudah populer sebagai Kadus yang paling menonjol. “Dia paling muda, ya menonjol. Juga karena dia ganteng, berwibawa, tegep lah” timpal anak muda yang lain, yang ikut berdiskusi bersama kami. Esdo memang kuliah di Ilmu Pemerintahan, jadi bukan tanpa alasan mengapa ia dipanggil kepala desa sebelumnya. Berpengalaman di birokrasi desa selama menjadi kadus, “Setelah masa jabatan Kepala Desa kemarin habis, tidak tau mengapa akhirnya saya ditunjuk,” kenang pria bernama asli M. Ibrahim Risyad Elfahmi S.IP. ini.
Bermodal dorongan kepala desa terdahulu, dukungan sepuh dan masyarakat, dan restu orang tua. “Ya ini suatu amanah yang harus diemban, patut disyukuti juga,” Jelas Esdo. Pria lulusan SMAN 1 Rajagaluh ini, memang sejak sekolah sudah memiliki rasa sosial yang tinggi, dan cakap dalam hubungan antar-manusia, ia juga sempat menjadi Duta Remaja Angkatan Pertama, Dinas BKKBN pada 2010 silam.
Misi yang dibawa Esdo adalah penyegaran dan perbaikan sistem pemerintahan, tetapi yang paling kami sukai dari dirinya adalah tentang identitas yang dibawanya. Esdo adalah mantan atlet sepak bola, maka ia mendirikan SSB di Rajagaluh, menjalin koneksi dengan PSSI, bahkan legenda hidup Djajang Nurjaman saja sudah beberapa kali menginjakan kakinya di sini, “Seperti saat TC, Djanur ingin Barito Putra di sini, tapi sayang tidak ada hotel untuk menginap para pemain,” cerita Esdo. Kuwu muda ini bahkan ikut melatih, dan sudah berlisensi. “Rencananya kami akan mengundang para mantan pemain Persib ke sini dalam waktu dekat, mungkin nunggu pandemi berakhir.” Esdo mengaku bahwa tantangannya menjadi kuwu hanyalah pandemi coronavirus.
“Keuntungan bagi kami, tidak ada satu sekatan jarak. Seorang kuwu bisa jadi seorang teman. Lebih akrab. Lebih asyik.” Kata anak muda di sana.